Selasa, 12 Mei 2015

Pantaskah Guru Ikhwah di TK?


————–
Siapa yang menjamuri pengajar di TK?
Wanita. Bahkan, lebih mayoritas TK itu guru-gurunya wanita.
Mengapa?
Alasan utamanya karena wanita lebih kasih sayang kepada anak usia dini. Anak-anak masih butuh dekapan lembut.
Persepsi ini sudah keliru. Sebab, guru laki-laki pun punya kasih sayang. Bahkan kadang lebih daripada wanita. Dan tak ada jaminan bahwa setiap guru wanita itu pun punya kasih sayang kepada anak. Semua berawal dari ilmu saja.
– Di masa ini, masih banyak kita memonitor maraknya guru-guru instan. Tak terpungkiri itu guru wanita. Yang kadang mengajar, tapi mendahulukan emosional. Mengajar, tapi tak sesuai sunnah. Mengajar, tapi membawa persoalan rumah tangga ke sekolah. Jadi, sekarang persoalan pendidikan, bukan yang disudutkan gender pendidiknya, tapi ilmu gurunya. Sekali lagi, ilmunya.
Karena itulah, sesungguhnya tak ada dinding dalam perekrutan guru di tingkat TK itu. Laki-laki atau perempuan, semua harus diberi peluang mengisi wadah pengajaran.
Taman kanak-kanak atau raudatul athfal merupakan sekolah kedua setelah rumah. Tempat itu hendaknya tetap menampakkan sosok “ayah dan ibunya”. Sangat miris rasanya jika ketika ia bersekolah awal, malah kehilangan “ayahnya”. Apalagi dijustifikasi ‘hanya wanita yang bisa memberi kasih sayang’, astagfirulloh.
“Ayah” yang hilang itu sudah berada di bangku sekolah awal. Ayah yang hilang itu ditiadakan untuk anak usia 5 tahun. Ini kesalahan fatal.
Maka jangan heran, saat ini kita kadang melihat anak-anak yang lemah, loyo, dsb.
Mengapa?
Kita kehilangan guru laki-laki di bangku TK. Raib dari kedewasaan seorang laki-laki dalam pendidikan.
Nabi shollallohu alayhi wasallam adalah sosok pendidik termulia, guru terbaik. Beliau mendidik anak-anak dari segala variasi umur anak. Sejak dilahirkan, sebagian anak para sahabat sudah dibawa bertemu oleh Rosululloh untuk kemudian tahnik. Belum lagi kasih sayang Rosululloh shollallohu alayhi wasallan kepada Hasan dan Husain semenjak kecil. Dan masih banyak lagi. Ini semua gambaran sederhana bahwa guru lelaki itu tidak boleh disepelekan. Ia pantas lebih memiliki kasih sayang kepada dunia anak.
Alhamdulillah, beberapa TK di Indonesia ini, sudah merekrut guru laki-laki. Mereka mengubah wajah pendidikan yang selama ini “mewajibkan” wanita yang menjadi guru, kini dikikis.
Mengapa kita tak mencontoh itu?
Bukanlah peluang meraih pahala besar itu berada di saat mengajar anak usia dini?
Ayolah … mari kita mengubah persepsi kita yang kadang masih kaku itu.
Wallohu a’lam.
Oleh : Abu Hanin

0 komentar:

Posting Komentar